Kenapa Persaingan di Toko Online Bisa Merusak Harga Pasar?

Kenapa Persaingan di Toko Online Bisa Merusak Harga Pasar?

Bisnis Online Tanpa Modal – Salah satu penyebab jatuhnya pesona sejumlah pasar besar seperti Tanah Abang hingga Pasar Cipadu Tangerang, adalah persaingan yang tidak sehat di toko-toko online.

Peneliti Center of Digital Economy INDEF Izzudin Al Farras Adha mengatakan, hadirnya toko online ini membuat adanya peralihan model bisnis.

Kini para produsen dapat secara langsung menjual produk-produknya ke masyarakat tanpa perantara para pedagang di pasar. Hal inilah yang membuat harga produk yang dijual ke masyarakat menjadi lebih murah daripada harga di pasar.

Apalagi melihat bagaimana pedagang pasar harus menaikkan harga produk yang dijualnya karena berbagai faktor seperti biaya sewa toko.

“e-commerce apalagi sekarang live commerce itu yang (seperti) live Shopee itu bisa dari produsen langsung bertransaksi dengan konsumen. Jadi tidak perlu lagi produsen itu menjual barang ke pasar, kemudian pedagang pasar jual ke konsumen. Karena satu rantai itu bisa diputus dari produsen langsung ke konsumen. Jadi memang ada peralihan model bisnis,” ucap Izzudin, dikutip dari detikcom, Rabu (10/4/2023).

Izzudin juga mengungkapkan, produk impor dan mekanisme ‘bakar uang’ di platform-platform toko online juga jadi penyebab murahnya produk yang dijual hingga membuat harga pasar jatuh.

“Pertama karena memang impor dari luar negeri itu relatif murah. Relatif murahnya, ini karena misalnya yang salah satunya dari China ya impornya, kalau dari China memang harganya relatif murah karena biaya produksi di sana sangat bisa ditekan,” ungkapnya.

“Di sisi lain yang kedua, melalui mekanisme ‘bakar uang’ di platform (toko online itu). Jadi kan platform ini banyak investor dengan uang dalam jumlah yang sangat besar, kemudian uang investor ini yang kemudian digunakan untuk memberikan diskon pada platform e-commerce atau social-commerce sehingga bisa membuat barang yang dijual di platform tersebut menjadi lebih murah ketimbang yang ada di pasar tradisional,” tambahnya.

Akhirnya Izzudin merasa faktor inilah yang membuat harga produk di toko online bisa sangat murah di luar jangkauan pasar. Inilah yang membuat para pedagang offline kalah saing.

Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, juga menyampaikan hal serupa.

Di mana menurutnya barang impor yang berlebih serta mekanisme ‘bakar uang’ atau predatory pricing jadi alasan utama bagaimana toko online merusak harga pasar.

Oleh karena itu, ia merasa perlu adanya pembatasan impor dan predatory pricing untuk menekan peredaran produk ‘murah’ yang merusak harga pasar ini, baik di platform social-commerce seperti TikTok Shop atau platform e-commerce lainnya.

“Memang harus ada pembatasan barang-barang impor di semua platform e-commerce, mau pakai social-commerce kaya TikTok Shop gitu atau e-commerce lainnya, pembatasan impor. Predatory pricing nggak boleh, jadi nggak boleh banting harga 90% misalnya yang ngerusak harga pasar,” terang Bhima.

Menurut Bhima, pembatasan ini baru bisa terjadi jika dilakukan oleh semua pihak secara paralel. Baik dari pemerintah, penyedia platform e-commerce, sampai para pedagang online maupun offline.

“Pembatasannya lebih ke predatory pricing sama batasi barang impor sih, dua itu aja yang lainnya boleh. Ya itu semua harus dilakukan paralel,” ucap Bhima.