Berawal dari Tawaran Bisnis Online, Ratusan Mahasiswa IPB Terlibat Pinjol
Bisnis Online Tanpa Modal – Diberitakan, total 311 orang menjadi korban penipuan dengan modus pinjaman online. Di mana 126 di antaranya merupakan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (ITB).
Wakil Rektor (WR) 1 Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan IPB Universty, Drajat Martianto menjelaskan, kasus ini berawal ketika terduga pelaku menawarkan para mahasiswa membeli produk di toko online.
Terduga pelaku diketahui berinisial SAN. Drajat juga menjelaskan SAN bukanlah mahasiswa ataupun alumnikampusnya.
“Dia orang luar, dia adalah pengusaha daring, dia punya toko online. Nah, kemudian dengan toko online itulah, dia memanfaatkan situasi untuk menjerat mahasiswa-mahasiswa ini, agar bekerja sama dengan yang bersangkutan,” jelas Drajat.
Motif
Menurut Drajar sendiri, motifnya adalah untuk meningkatkan rating toko. Di mana mahasiswa kemudian dibujuk untuk meminjam ke pinjol supaya bisa membeli produk tersebut dengan di janjikan menerima keuntungan 10 persen. Sayangnya, keuntungan 10 persen itu tak pernah diterima oleh mahasiswa.
“Nah, mahasiswa diikat oleh suatu perjanjian. Karena itulah, mahasiswa, sebetulnya, beberapa di antara mereka, khawatir,” terang Drajat.
“Faktanya, keuntungan 10 persen itu tidak pernah sampai pada mahasiswa. Artinya, toh kalau ada, hanya sebagian,” tambahnya.
Sementara itu, untuk sisa dana yang diterima dari pinjol tersebut diterima oleh pelaku. Di situ, mahasiswa dijanjikan bahwa pinjaman akan dilunasi.
“Kenyataannya tidak terjadi seperti itu (tidak dilunasi ),” terang Drajat.
Karena tidak ada pelunasan pinjol dari terduga pelaku, akhirnya para mahasiswa pun ditagih debt collector untuk melunasi pinjaman itu.
Salah satu korbannya adalah SN. Di mana diaa terlibat kasus pinjol ketika masuk dalam kepanitiaan divisi sponsor di sebuah acara di kampus.
Di situ, SN ditawari sebuah proyek usaha oleh sejumlah kakak tingkat (kating) di IPB University.
“Terus ditawarin tuh project sama kating-kating kita buat ikut project ini nih uangnya lumayan,” ujar SN kepada awak media.
Kemudian, SN dan para korban lainnya dikenalkan dengan sosok terduga pelaku berinisial SAN. SAN pun meminta SN dan teman-temannya di kampus IPB University untuk menjalankan prosedur serta tata cara dalam mengikuti proyek usaha tersebut.
Hal ini termasuk diminta membeli barang-barang dari akun-akun di aplikasi online shop dan pembayarannya lewat pinjaman online.
Dijanjikan keuntungan
Mereka-mereka ini kemudian dijanjikan ada keuntungan yang nantinya akan digunakan untuk acara.
“Terus dari situ kita masih aman-aman aja karena belum ada berita-berita simpang siur apapun. Sejak satu bulan setelah kita kerja sama, kita baru tahu ada berita ada yang ketipu juga sama orang ini,” terang SN.
Akhirhya, SN dan rekan-rekannya berniat untuk lapor ke polisi, sebab dirinya merasa tertipu usai menyadari SAN terduga pelaku ini selalu mengulur waktu pembayaran yang dijanjikan.
SN menambahkan, sejak Agustus 2022 sampai November 2022 ini, mereka belum mendapatkan keuntungan sama sekali seperti yang SAN janjikan.
Hutang pinjaman SN dari beberapa aplikasi pinjol ini pun akhirnya membengkak menjadi Rp 14 Juta.
“(Ditagih debt collector) tetep, tapi belum sampai ke rumah, tapi terus diteror dari chat, dari telepon,” ujar SN.
Bukan hanya SN dan teman-temannya, ternyata para korban juga tersebar di wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor.
Kerugian hingga 2,1M
Sementara itu, Wakapolresta Bogor Kota AKBP Ferdy Irawan menyebut, dari 311 korban, kerugian sudah mencapai Rp 2,1 miliar.
“Total uang dari para korban yang tertipu kurang lebih sebesar Rp 2,1 Miliar dari 311 orang korban ini,” jelas AKBP Ferdy Irawan.
Ferdy menerangkan, sebenarnya kasus ini terkait kerja sama antara korban dan terlapor atau pelaku. Di mana terlapor menawarkan kerja sama usaha online dengan janji bagi hasil sebesar 10 persen.
“Tetapi syarat yang disampaikan terlapor ini bahwa pelapor atau para korban ini harus mengajukan pinjaman online,” ujarnya.
Kemudian, hasil pinjaman itu diserahkan kepada terlapor atau SAN ini. Akan tetapi, janji bagi hasil 10 persen tak juga dibayarkan.
Sedangkan untuk terlapor, kata Ferdy, sementara ini masih diselidiki keberadaannya.
“(Penangkapan) Belum, karena ini baru terima laporannya di bulan Oktober akhir dan sampai sekarang masih muncul satu demi satu pengaduannya,” katanya.