Alasan Walaupun Belanja Online Merajalela Tak Buat Mal Meredup

Alasan Walaupun Belanja Online Merajalela Tak Buat Mal Meredup

Bisnis Online Tanpa Modal – Handaka Santosa selaku Director Mitra Adiperkasa (MAP), optimistis bahwa belanja online alias e-commerce tak akan mematikan bisnis mal.

Menurutnya, walaupun e-commerce makin menjamur, bisnis mal masih akan mempunyai prospek positif.

“Penjualan online secara masif bukan masalah karena sampai sekarang pun 10 persen itu maksimum yang paling tinggi di-online, tapi tetap offline-nya tetap tinggi,” ujar Handaka ketika ditemui awak media setelah talk show “Geliat Ekonomi dan retail Pasca Pemilu di Indonesia” di Jakarta, Jumat (22/2/2024).

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo) ini merasa, untuk ke depannya, nasib mal  masih akan tetap baik. Apalagi, barang-barang yang dijual oleh gerai di mal adalah barang legal.

“Coba Anda sekarang belanja di sini (mal). Apakah barang-barangnya itu memenuhi peraturan? Memenuhi peraturan. Semua ada, kalau nggak ada kita diperiksa,” jelas Handaka.

“Tapi yang online apakah memenuhi? Nanti adik beli deh, coba beli. Belum tentu. Jadi prospek mal masih bagus,” tambahnya.

Aktivitas berbelanja lewat e-commerce di Indonesia sendiri semakin meningkat setiap tahunnya. Seperti pada 2022 lalu, BPS mencatat ada 2,99 juta atau setara 37,79& pelaku usaha di Indonesia melakukan penjualan lewat e-commerce.

Kemudian, sebanyak 642.672 pelaku usaha online ada di Jawa Barat pada 2022. Di mana angkanya setara dengan 21,45% dari total pelaku usaha online secara nasional.

Sementara itu, di Jawa Timur ada di urutan kedua dengan 571.958 pelaku usaha online.

Lalu, 541.072 pelaku usaha online berlokasi di Jawa Tengah. Adapun, jumlah pelaku usaha online di DKI Jakarta dan Yogyakarta masing-masing sebanyak 253.261 dan 173.977.

Beda Segmen

Ketika ditemui di lokasi sama, Ekonom Senior INDEF Aviliani menjelaskan hal yang sama. Di mana menurutnya, nasib pusat perbelanjaan atau mal akan tetap positif sebab keduanya mempunyai segmen “pasar” dan keunggulan yang berbeda.

“Saya rasa, sih, mal masih tetap berjalan, ya. Cuma memang sekarang ke mal salah satunya untuk makan. Lebih banyak FnB (food and beverage/ makanan dan minuman) untuk sekarang,” ujar Aviliani.

“Saya lihat belanja masih tetap karena sebagian orang itu belanja online untuk kebutuhan yang berulang, tapi untuk fesyen saya melihat orang masih butuh ke mal untuk mencoba baju. Kalau beli baju lewat online enggak cukup. Kalau enggak cocok, susah untuk mengembalikannya,” tambahnya.

Aviliani menjelaskan, bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung berbelanja secara online untuk membeli kebutuhan yang berulang, bukan fashion.

Oleh karena itu, mal akan tetap terus “hidup”. Apalagi , banyaknya pilihan FnB di mal dirasa cocok dengan budaya masyarakat Indonesia yang suka bersosialisasi.

“Saya masih melihat untuk kebutuhan ke [toko] offline itu masih ada karena orang masih senang berjalan-jalan, terlebih setelah pandemi,” terang Aviliani.

“Cuma sekarang menambah FnB sehingga orang-orang makin suka untuk berjalan sambil ngobrol. Orang Indonesia, kan, beda. Suka kekeluargaan dan ngumpul,” tutupnya.